My Angel On The Morning
by Mrs. T
“Haii, namaku Riri Anstasya, Aku biasa
dipanggil Riri. Sekarang Aku tinggal di Jakarta dengan ayah dan ibuku. Kami
adalah pindahan dari Jogja. Kami pindah karena ayah di tugaskan di suatu
perusahan terkenal di Jakarta. Aku senang bisa ke Jakarta. Mencoba di kehidupan
yang keras kota metropolitan. Terlihat begitu banyak persaingan di dunia
bisnis, ekonomi dan pemerintahan. Hmmm.. Cukup menantang juga. Aku siap dengan
suasana baru yang penuh dengan tantangan. Sungguh tak akan kusia-siakan
kesempatan ini”, sapaku pada dunia yang menyapaku dipagi yang cerah.
Hari pertama,
Ku awali dengan senyuman manis di cermin kesayanganku. Aku bangun saat fajar tiba. Aku mengambil air
wudhu untuk melaksanakan shalat tahajud. Aku berdoa kepada tuhan agar di hari
baruku ini aku bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Semoga Tuhan
selalu menjaga dan melindungiku.. Amin. Hingga waktu subuh tiba Aku kembali
berdiri dari do’aku untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah dimushola dekat
rumahku. Tak lupa aku bangunkan ayah dan ibu untuk melangkah menuju rumah Allah.
Aku telah siap
menyambut hari ini dengan sejuta harapan dan cita-cita. Ayah dan Ibu
memberikanku senyuman manisnya disaat kami sarapan pagi bersama. Aku tak tahu
sekolahku dimana dan dengan siapa Aku melangkah ke sekolahku yang baru. Aku
coba bertanya pada ibuku.
”ibu, hari
pertamaku kesekolah aku belum kenal siapa-siapa. Aku juga belum tahu sekolahku
dimana.. Sama siapa aku berangkat?”
Ibu menjawab ”hmm,,
tenang sayang, ibu udah tahu nanti kamu berangkat sama siapa. Sekarang makan
dulu”
”ohh gitu ya.. Iya
bu..” Jawabku dengan singkat.
Ibuku sudah
tahu siapa yang akan mengantarku ke sekolah. Tapi aku belum tahu siapa karena Aku
belum punya teman yang satu sekolah denganku.
Setelah sarapan
pagi selesai, tiba-tiba terdengar ada suara ketukan pintu dan ucapan salam.
”Assalamualaikum....”
Aku, ibu dan
ayah serentak menjawab salam itu tetapi tak menghampiri pintu itu. Lalu ibu
mencoba keluar dan membukakan pintunya.
”waalaikumsalam” jawab ibu.
Ternyata dia adalah anak yang akan
mengantarkanku sekolah.
“eh Dika, kamu
anaknya mbak Anis ya..” Tanya ibu.
Sambil tersenyum
manis ia menjawab “iya tante.. J kemaren mama bilang katanya besok pagi
di suruh kesini dulu.”
”oh, iya.. Kemaren
tante kerumah kamu, tapi kamunya enggak ada. Ayo masuk dulu..” Ajak ibu padanya.
”iya tante
makasih, aku disini aja tan..”
Dengan senyuman
ibuku menjawab ”ya sudah kalo nggak mau masuk, sebentar ya tante panggil anak
tante dulu.”
”iya..”
jawabnya dengan singkat.
Ibu memanggilku
saat Aku sedang membereskan buku-bukuku yang akan kubawa ke sekolah. Aku
menghampiri ibuku. Dan ibuku mengajakku untuk berkenalan dengan orang yang akan
mengantarkan ku sekolah. Aku penasaran siapa sih dia. Aku segera keluar dan
berkenalan dengannya.
Ibu mengajakku
keluar dan berbisik padaku ”sayang, kamu kenalan dulu ya sama Dika. Dia anak
temen ibu namanya tante Anis. Rumahnya nggak jauh kok dari sini. Nanti dia yang
akan nganterin kamu ke sekolah. Kamu udah siap..”
Aku menjawab
dengan semangat ”oh, siap dong bu,,J”
”hai, aku Riri..
J..”, sapaku.
“hai juga.. Aku
Dika.. J” jawabnya dengan lembut.
Lalu ibuku
mengingatkanku padaku dan Dika untuk segera berangkat sekolah. Setelah Aku berpamitan
dengan ibuku, aku dan Dika pun berangkat menuju sekolah. Kami berangkat sekolah
dengan jalan kaki. Karena jarak rumah kami dari sekolah tidaklah jauh. Jadi
uang sakuku pun tak terpotong buat bayar ongkos jalan.
Diperjalanan
menuju sekolah, tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutku. Aku hanya diam. Sedangkan Dika, sibuk dengan baca
novelnya.
Setelah lama
berjalan aku melihat di sekitar kanan kiri jalan. Tiba-tiba aku melihat seorang
nenek yang mau menyebrang jalan. Aku minta pada Dika untuk berhenti sejenak.
Aku ingin membantu nenek itu menyebrang.
“Dik, tunggu
bentar ya” pintaku pada Dika.
“mau
kemana..???” Dia berkata tanpa menoleh sedikitpun padaku.
“aku mau kesana
sebentar..” Jawabku dengan lembut
mencoba agar dia melihatku.
Dika pun menolehkan pandangan dari bukunya ke
wajahku. Aku hanya bisa tersenyum dan melihatku. Dika pun menjawab dengan
senyum “iya, hati-hati ya”.
Aku bergegas
berlari kecil dan menghampiri nenek tadi. Aku bertanya pada nenek itu. “nek mau
kemana???” Tanyaku.
Nenek itu pun
menjawab dengan suara lirihnya “ini nak, nenek mau nyebrang, tapi susah”.
Aku mencoba
menawarkan diriku untuk membantunya menyebrang. “boleh aku bantu nek..?” Tawarku
sambil memegang tangannya yang sudah memegang tongkat rapuh. Terlihat disana Dika
memandangku dengan senyuman dan sedikit memendungkan matanya seperti menahan
air mata. Terlihat dimatanya ingin menangis.
Nenek itu
menjawab tawaranku dengan senyuman, “boleh nak, makasih ya.. Kamu baik sekali,
cantik lagi..” Puji nenek itu padaku. Aku sedikit tersipu malu “ah nenek bisa
aja. Ayo nek kita nyebrang”.
Aku dan nenek
itupun menyebrang jalan dengan hati-hatinya. Terfikir olehku kemana anak dan
cucunya yang seharusnya mendampinginya, bukan malah membiarkannya sendirian
dijalan seperti ini. Dalam hati aku berdoa, “ya allah jaga aku, sehatkan dan
lindungi aku, berikan aku umur yang panjang untuk bisa memberikan baktiku
kepada kedua orangtuaku. Ya allah jagalah mereka, berikan mereka kesehatan,
keselamatan dunia akhirat, damaikan hati dan hidup kami lindungilah keluargaku
ya allah. Semoga aku masih biisa membahagiakan kedua orangtukau dengan ridha-Mu
ya allah, amin ya robbal alamin.”
Setelah aku
menyebrangkan nenek itu aku kembali menghampiri Dika dengan satu tetesan
airmata. Dika bertanya padaku “kamu kenapa Ri, kok nangis?”
Aku menjawab
sambil mengusap air mata yang jatuh dipipiku. “oh, enggak, aku cuman teringat
orang tuaku aja” jawabku. “emang kenapa Ri sama orang tuamu?”Tanyanya. Aku tak
mau menangis lagi di hadapan Dika. Jadi aku tak mau menceritakan harapanku
terhadap orangtuaku. “nggak papa kok Dik, mereka baik-baik aja. Ayo jalan
lagi..”Jawabku untuk mencoba mengalihkan pembicaraan.
Aku dan Dika
tiba di sekolah. Sebelum aku masuk selangkah ke sekolah baruku aku berdoa.. “ya
allah aku sekolah untuk beribadah sebagai jihad di jalan-Mu, aku ingin
sekolahku ini menndapat berkah dan ridha-Mu..semoga disekolah ini aku bisa
mencapai harapan dan cita-citaku amiin ya rabb”. Akupun melangkah dengan
bismillah di sepanjang jalan aku melihat kekanan kiri ruang lingkup sekolah
ini. Sebelum masuk kelas aku diantar untuk ke ruang guru oleh Dika. Setelah
sampai diruang guru Dika pergi meninggalkanku dan iapun masuk ke kelasnya.
Aku
diwawancarai oleh seorang guru yang cantik dan terlihat sangat muslimah. Aku
kagum pada guru itu. Namanya ibu zulaikha, cantik, baik, shlaehah masih muda
lagi. Beruntung sekali yang bisa mendapatkannya. Dia adalah guru bahasa indonesia di sekolah
ini.
Setelah
wawancara selesai aku diajak untuk masuk ke kelas baruku, dengan teman dan
suasana yang baru juga. Harapku di sekolah ini aku bisa tetap berprestasi
seperti di sekolahku sebelumnya. Aku
memperkenalkan diri didepan teman-temanku. Tak lupa sebelum masuk kelas aku merapikan
pakaianku dan tak lupa pula basmalah.
“assalamualaikum
wr.wb. Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Riri Anastasya, saya
dari Jogjakarta. Saya pindah kesini karena ayah saya harus pindah kerja ke Jakarta
jadi saya ikut pindah dan kembali melanjutkan sekolah disini. Ada yang mau
ditanyakan??”. Oh sungguh sebenarnya aku nggak pede berada di depan teman-teman
yang baru ini, yang penuh dengan modis dan tentunya encer juga otaknya, kataku
dalam hati. Tak lama kemudian ada seorang siswa cowok yang bertanya padaku. Dia
namanya Ryan, terlihat pandai oleh mataku, pertanyaannya cukup bagus, tapi
masih gampang bagiku, eittss tapi bukannya maksudku sombong loh...
Pertanyaannya adalah apa visi dan misiku sekolah di sini, mohon di jelaskan.
Aku menjawab dengan santai dan lancar, “visi saya adalah terdepan dalam
akhlakul karimah dan unggul dalam
prestasi, dan misi saya adalah membuat anak-anak disini menjadi suka menulis atau
menuangkan kreatifitasnya masing-masing agar dapat menjadi pribadi yang kreatif
terampil dan tentunya cerdas.” Terangku pada Ryan dan teman-teman.
Ryan menjawab
dengan tepuk tangan “bagus-bagus, saya setuju denganmu.” Aku berterimakasih
dengan senyuman pada Ryan.
Setelah aku
berkenalan dengan teman-temanku au dipersilahkan duduk oleh ibu Zulaikha. Aku
memilih bangku yang kosong. Aku duduk di sebelah Ryan. Ryan menyodorkan
tangannya padaku untuk bersalaman. Tapi karena aku dan Ryan bukan muhrim aku
membalasnya tanpa sentuhan tangan.
Aku duduk dengan Selly. Selly itu cantik, cukup baik dan
muslimah juga. Aku harap dia juga bisa mengajariku banyak hal di sekolah ini apa
yang belum aku ketahui.
Waktu
istirahatpun tiba. Aku pergi ke kantin untuk membeli minuman. Di kantin aku
melihat Dika sedang duduk bersama teman-teman cowoknya. Dia melihatku dam
memandangku dengan senyuman. Lagi-lagi aku terpesona oleh senyumannya. Aku
hanya bisa membalas dengan lambaian tangan dan senyuman. Dalam hati aku merasakan
hal yang berbeda pada Dika. Aku
berkali-kali menyebut istigfar dari pandangan dan persaanku. Aku berdoa
kepada allah agar aku mendapatkan petunjuk-Nya.
Setelah jam
pelajaran usai aku menunggu Dika didepan kelasku tapi Dika tak kunjung datang. Aku berkeliling sekolah untuk mencarinya.
Ditengah perjalanan aku menemukan sebuah tulisan tangan yang sangat bagus. Baru
kali ini aku membaca tulisan sebagus ini. Aku
mencari-cari nama pengarangnya. Ternyata dia adalah Ryan. Pantas saja
tadi pas perkenalan saat aku bilang tentang menulis dia tepuk tangan, ternyata
dia juga suka menulis. Saat aku
membaca-baca tulisan di mading tiba-tiba Ryan muncul dari belakangku. Dia
menyapaku dengan manisnya. “hai Rii, belum pulang??” Sapa Ryan padaku. “mm,,
belum nih aku lagi nunggu orang” jawabku. “oh iya, kamu juga suka nulis ya..” Tanyaku
lagi, “ya cuman nulis-nulis aja nggak suka banget” jawabnya. “tapi ini
tulisanmu bagus loh.” Pujiku.” Ahh enggak, biasa aja Ri” mencoba memungkiri.
Dari tulisannya dia terlihat cowok yang alim dan sayang sama kedua orangtuanya.
Aku sedikit kagum dengannya.
Tak lama aku
berdiri dengan ryan, dikapun datang menghampiriku. “ri, maaf ya lama..” ucap
dika. Tentunya aku enggak enak kalau memarahinya karena aku menunggu lama.
Kalau enggak sama dika, siapa lagi yang bisa mengantarku pulang sampai rumah.
Aku menjawab dengan lembut. “iya enggak apa-apa kok. Nyantai aja dik.” Aku dan
dika pulang bersama tak lupa aku berpamitan pada ryan. “yan, aku pulang duluan
ya.. J” ucapku pada ryan. “iya, hati-hati ya..” jawabnya.
Aku dan dika
pulang bersama meninggalkan sekolah. Di perjalanan pulang dika bertanya padaku.
“ri, gimana sekolahnya??” tanya dika. Aku menjawab dengan sedikit malu-malu.
Maklum lah aku junior dia senior. “cukup senang” jawabku singkat. “Syukurlah.”
Ucapnya.
Aku dan dika
tiba dirumahku. Aku mengajaknya mampir dahulu ke rumah. “dik, makasih ya udah
nganter pulang. Main dulu yuk..” ajakku pada dika. Aku tahu dika belum
melaksanakan shalat dzuhur, karena tadi saat istirahat kedua aku tak melihatnya
mengambil air wudhu untuk shalat jamaah di sekolah. Aku cuman ngetes dia mau
shalat atau tidak. Karena menurutku, cowok yang ganteng itu adalah cowok yang
tak lupa akan kewajibannya melaksanakan shalat lima waktu. Dika menjawab dengan
tegas “emm, maaf ya ri, kapan-kapan aja lah. Soalnya aku belum shalat dzuhur
nih. Jadi pulang dulu aja lah.”. ouh ternyata dia juga ganteng sungguahan.
Bukan hanya ganteng muka, tapi juga ganteng akhlak. Aku makin kagum padanya.
“ya udah, kapan-kapan ya.. J” ucapku. “Iya siip pasti main kok”
jawabnya dengan mengangkat ibu jarinya mencoba meyakinkan ku.
Aku dan dika
masuk ke rumah masing-masing. Tak lupa aku menceritakan hari pertamaku di
sekolah pada ibuku. Aku ceritakan secara mendetil dari awal berangkat sekolah
sampai pulang. Termasuk saat aku membantu seorang nenek yang akan menyebrang
jalan. Ibuku terlihat bangga mendengarku membantu seorang nenek menyebrang
jalan. Karena ia merasa bahwa ia sudah perlahan-lahan mengajarkan bakti kepada
kedua orangtua.
Aku tak ingin
menangis haru ketika mendengarkan nasihat ibuku. Aku mencoba diam dan
mendengarkan dengan seksama nasihatnya. “Tak akan pernah ku lupakan nasihatmu
ibu, tak akan ku lupakan sentuhan hangatmu saat aku terjatuh. Akan selalu ku
rindukan pelukanmu untuk menghangatkan tubuhku disaat aku terpuruk oleh air
mata kepedihan” bisikku dalam hati.
Hari demi hari
berlalu. Seperti biasa dika masih menjemputku untuk berangkat sekolah bersama.
Aku senang dika masih bisa mengantarku sekolah. Makin hari perasaan ku pada
dika makin kuat. Aku merasa aku telah menlabuhkan kasih sayangku pada dika.
Tapi aku tak pernah tahu bagaimana perasaan dika padaku. Aku tak pernah
mengharapkannya untuk menjadi seseorang yang special dihidupku. Aku hanya bisa
berdoa kepada allah. Jika suatu saat nanti aku dipertemukan dengan seseorang
yang aku cintai, labuhkanlah cintaku ini pada orang yang engkau cintai untuk
menjadi pendampingku. Agar aku bisa lebih mencintai-Mu, agar aku bisa lebih
dekat dengan-Mu dengan sejuta kebahagiaan
yang engkau ridhoi..amin..
Pagi ini dika
terlihat sedikit berbeda. Ia terlihat murung dan wajahnya pucat. “dik, kamu
sakit???”tanyaku khawatir. Dika hanya memegang kepalanya yang terlihat seperti
orang mabuk. Dika tak menjawab pertanyaanku. Kami telah jauh berjalan dari
rumah. Aku khawatir kalau tiba-tiba dika terjatuh pingsan. Ternyata
kekhawatiranku benar-benar terjadi. Dika hampir terjatuh dijalan dan aku dengan
segera mendapati tubuhnya yang hendak terjatuh.saat itu aku tak sedikitpun
ingat kalau dia bukan muhrimku. Aku panik sendiri karena aku tak tahu apa yang
harus aku lakukan. Aku berdoa pada allah agar dika lekas sadar dari pingsannya.
Dalam hati sungguh aku ingin menangis. Karena aku merasa dikalah yang selama
ini selalu ada disampingku. Dikalah yang selalu mengertikanku. Diika yang
selalu membantuku saat aku terjatuh. Aku teringat saat pertama kami bertemu di
depan rumahku. Dia yang begitu manis, dan berseri kini dia tergeletak
dipangkuanku. Air mataku menetes dipipiku dan terjatuh ke muka dika yang pucat.
Tak tersadar olehku ternyata dika membukakan matanya. Dia terbangun dari
pingsannya. Pukanya masih terlihat pucat tapi syukurlah dia masih bisa
melihatku menangis di hadapannya. Aku berharap dia tahu bahwa aku sangat
menyayanginya. Aku berharap dia mempunyai persaan yang sama padaku. Aku ingiin
dika menjadi seseorang yang allah kirim untukku. Untuk menjadi penyempurna
hidupku.
Dika terbangun
dari pangkuanku. Dika menatapku dengan tatapan yang tajam. Aku tak mampu
menatap matanya. Aku haya bisa menundukan pandanganku. Dika mengambil tanganku
yang sedang mengusap air mata di pipiku. aku kaget dengan tingkahnya. Dika
berkata kepadaku. “ri, aku ini sakit. Waktu hidupku hanya tersisa satu bulan
lagi. Aku sudah lama menderita kanker di jaringan otakku. Aku mencoba tetap
tersenyum dihadapanmu. Aku tak mau kamu sedih melihatku tersakiti oleh
teman-temanku yang selalu menemaniku tiap detikku ini. Ri, aku moon sama kamu.
Kamu nggak akan ceritakan ini pada siapapin termasuk kedua orang tuaku.”
Aku kaget
dengan perkataannya. Airmataku tak bisa ku bendung. Aku kembali meneteskan air
mata. Tak pernah ku sangka, dibalik senyuman manisnya itu ada sejuta rasa sakit
yang mendalam yang harus iya tahan dari mimik mukanya demi melihatku tersenyum
tanpa rasa khawatir. Aku tak bisa berucap sepatah kata pun, yang aku ingin
hanya bisa melihatnya kembali seperti dulu aku melihtnya tersenyum manis
dihadapanku. Dika melanjutkan ceritanya tentang penyakit yang ia derita selama
beberapa bulan ini tanpa sepengetahuan mama dan papanya. Dia menanggung semua
penyakit yang ia derita dengan sendiri.
Aku tak
teringat waktu sekolah sedikitpun. Aku dan dika pergi ke suatu tempat yaitu
pantai. Sehari ini ingin ku habiskan waktuku bersamanya. aku bertanya
kepadanya. “dik, kamu sayang kan sama aku???” aku mencoba menenangkan hatiku.
“riri, ku juga sayang sama kamu.” Jawab dika dengan menatapku tajam. “kamu
enggak akan tinggalin aku kan????”tanyaku dengan tersedu-sedu karena menahan
tangis.
Dika hanya
terdiam. Dika mencoba mencari jawaban yang bisa menenangan ku dari keadaannya
saat ini. “riri, aku sayang sama kamu, aku janji sekuat tenaga akan selalu ada
disampingmu, akan jaga kamu. Aku janji..!!!” mendengar jawaban itu aku tak bisa
berhenti menahan air mataku yang terus menetes. Yang aku takut saat itu bukan janjinya yang
bisa atau tidak ia lakukan.tapi aku takut kehilangan seseorang yang sangat aku
cintai. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Dalam hati aku mencoba
membatasi perasaanku padanya. Aku tak ingin ada yang namanya pacaran dalam
hidupku karena aku tahu itu hukumnya haram. Begitupun dengan dika aku tahu hal
itu. Kami hanya bisa menaruh perasaan ini hanya sebatas persahabatan semata.
Tak ada yang lebih. Begitupun dengan kepedulian dan tangisanku. Aku harap
perasaan hanya simpatik padanya. Aku tak ingin hal ini berujung pada jarak
cinta dan nafsu. Aku hanya ingin kami saling menjaga satu sama lainnya. Ya
allah teguhkan hatiku, jaga perasaanku padanya. Lindungi aku dari perasaan ini.
Seharian ini
kami menghabiskan waktu swkolah kami untuk berbagi kepedulian. Aku ingin ini
menjadi kenangan terindahku bersama dika sebelum dika benar-benar pergi dari
hidupku. Aku mungkin tak bisa membuatnya bahagia untuk waktu yang lebih lama.
Tapi aku harap dia akan mengeang hari ini sebagai hari yang paling indah yang
pernah kami lewati bersama.
Aku dan dika
duduk bersama di bawah pohon yang rindang di tepi pantai. Kami melihat deburan
ombak yang kian menghampiri jari-jari kakiku dan kakinya. Kami melihat jauh di
ujung sana laut yang tiada tepi. Dika berbisik padaku. “aku ingin seperti
ombak. Yang tak pernah bosan menghantam bebatuan yang keras hingga bebatuan itu
akan hancur. dan Aku yakin, aku akan kuat untuk lewati semua deritaku. Sampai
malaikat maut memanggilku aku tak akan takut untuk menjemput mautku.” Katanya
sembil memandang jauh deburan ombak. Aku hanya bisa terdiam. Aku tak ingin
menangis lagi. Aku hanya memandangi wajahnya yang semakin lama semakin terlihat
pucat. Aku hanya memberikan senyuman manis di wajahku.
Telah lama aku
menemani dika untuk mencurahkan apa yang dideritanya selama ini kamipun pulang.
Aku membantunya berdiri dan memegangi tangannya yang makin terasa dingin. Kami
pulang dengan naik becak karena aku takut penyakitnya kambuh lagi. Sebelum kami
pulang, aku membelikannya minuman agar tubuhnya terasa sedikit ringan. Dalam
hati aku bertanya-tanya. “ya allah kenapa kau coba orang yang aku cintai dan
aku sayangi dengan cobaan seberat ini???”. Aku mencoba untuk tidak menyalahkan
tuhan. Karena aku tahu apapun keputusan-Nya itulah yang terbaik untuk
hamba-Nya.
Setelah tiba di
depan rumah dika, aku dan dika turun dari becak. Aku mengantarkannya sampai
kamarnya. Aku menyuruhnya untuk tetap beristirahat. Di rumah dika tak ada
seorangpun yang tinggal di rumah, termasuk pembantunya yang biasa membrsihan seisi rumah itu. Aku
bertanya pada dika. “dika, mama sama papamu kemana???” dika hanya menggelengkan
kepalanya. Aku fikir mungkin mama dan papanya sedang sibuk dikantornya mereka
bekerja. Aku menemani dika hingga ia tertidur. Aku juga tertidur di kursi yang
ada di sebelah tempat tidur dika. Aku terbangun saat aku mendengar bunyi handphoneku.
Ternyata ibuku mengirimkan sebuah short massage service (sms) yang isinya bahwa
aku di suruh segera pulang karena ibuku mau pergi ke pasar untuk membeli
kebutuhan sehari-hari dan aku disuruh untuk jaga rumah. Aku bingung apa yang
harus ku lakukan. Dika sedang sakit dan jika aku tinggal dia sendirian dan tak
ada yang merawatnya karena mama dan papqnya belum pulang, aku mencoba membalas sms ibuku dan memberi
tahu bahwa aku sedang di rumah dika dan dika sedang sakit sedangkan dirumahnya
tak ada siapa-siapa. Aku harap ibuku bisa menungguku sebentar sampai orang tua
dika pulang.
15 menit
kemudian terdengar suara klakson mobil dari luar rrumah dika. Syukurlah mama
dan papanya dika pulang juga. Akhirnya aku bisa pulang dan membantu ibu. Aku
menjelaskan semua yang terjadi dengan dika pada kedua orangtuanya. Ternyata di
rumahnya dika, dika itu tak di perhatikan sepenuhnya oleh mereka. Mereka hanya
sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku sungguh tercengang saat mereka
berbicara bahwa mereka tak pernah tahu penyakit yang di derita oleh dika.
Mungkin hanya aku, dokter yang biasa dika temui dan tuhan yang tahu hal ini. Ya
allah sungguh malang nasib dika. Orangtuanya hanya memikirkan hidiup mereka
sendiri tanpa memperdulikan perasaan yang diderita oleh anaknya. Tapi dalam
hati aku bersyukur memiliki orangtua yang begitu memperhatikanku. “Ya allah aku
berterimakasih padamu telah mengirimkanku malaikat-malaikat yang begitu mulia”
Ucapku dalam hati.
Setelah aku
ceritakan semuanya pada mereka, aku berpamitan untuk pulang dan ku titipkan
salamku lewat mereka untuk dika. Aku senang akhirnya mereka tahu semua apa yang
selama ini dika harapkan dari mereka. Dika hanya ingin sehari saja untuk bisa
bersama dengan keluarganya. Itulah yang selama ini ia rindukan dari kedua orang
tuanya sebelum masa-masanya berakhir.
Hari ini aku
berangkat sekolah tanpa dika. Hmmh terasa hampa dan membosankan. Aku merasakan
kerinduan yang amat mendalam pada dirinya. Aku harap siang nanti aku bisa
menjenguk ke rumahnya. Aku mengikuti pelajaran seperti biasa. Tak ada yang
berbeda selain pergi dan pulang sekolah tanpa dika. Di sekolah aku banyak
melamun hingga teman-temanku pun sedikit heran padaku karena hari ini aku
terlihat begitu tak bersemangat untuk belajar. Termasuk ryan yang menanyakan keadaanku
dan kenapa aku kemaren tidak berangkat sekolah. “ri, kamu kenapa, kok sekarang
murung gini??” tanya rian padaku. “Aku gg papa, cuman kecapean aja kok” Jawabku
bohong. Aku berusaha mengalihkan pembicaraanku agar rian tak mencoba
bertanya-tanya tentang masalahnya kemarin aku tidak berangkat sekolah.
Jam pulang
sekolah tiba. Aku bergegas untuk cepat-cepat keluar dari sekolah dan pergi
kerumah dika. Aku sudah tak sabar melihatnya tersenyum lagi seperti biasanya
dika menghiburku saat aku dalam masalah. Sebelum aku pergi ke rumah dika, aku
membeli beberapa buah-buahan untuk dika. Setelah itu aku baru pergi kerumah
dika dengan wajah yang berseri-seri tak sabar untuk melihatnya.
Di tengah jalan
aku mendapati telephone dari mama dika. “ririiii,, kamu dimana nak??? Kamu
dimana???”teriak mama dika di telephoneku. Sontak aku kaget dengan teriakan
mama dika. Aku panik dan aku mencoba untuk tenang tapi aku tak bisa
mengendalikan tubuhku sendiri. Langsunga aku jawab telephonenya. “tantee ada
apa???? Apa yang terjadi sma dika??? Tante.. jawaaabbb” ucapu dengan penuh
kekhawatiran. Ternyata dika tengad
dirawat dirumah sakit.kanker itu sepertinya sudah menggerogoti tubuhnya. Aku
tahu kanker yang ada di jaringan otak itu sangat cepat berkembang. Secepat
mungkin aku berlari tak ku hiraukan apapun yang ku temui di sepanjang jalan.
Aku hanya bisa menyebut nama allah dan memohon perlindungannya untuk dika. “ya
allah jangan kau amabil dia dari hidupku. Biarkanlah aku untuk sejenak
merasakan kasih sayannya yang begitu tulus. Aku ingin melihatnya tersenyum
manis sebelum dia pergi. Ya allah sungguh aku mohon kepada-Mu panjangkanlah
umurnya” desisku.
Setelah aku
sampai dirumah sakit aku langsung ke tempat registrasi. Aku menanyakan ke
suster yang sedang berjaga. “suster pasien yang namanya dika, dirawat di kamar
no berapa????” tanyaku gegabah. “Maaf anda siapanya ya??, soalnya kami tidak
bisa memberikan informasi sembarangan” jawabnya dengan sopan. Aku sangat
khawatir dengan keadaan dika. Tanpa koma aku berbicara. “suster,, saya ini
temannya sekarang dia dimana??? Cepatt suster...???”. suster itupun segera
memberi tahuku dimana dika dirawat.dengan cepat aku berlari mencari lift untuk
lebih cepat menemukan kamar dika. Dika dalam keadaan keritis. Sepanjang jalan
aku hanya bisa menahan bendungan air mata ku yang kian membuat bengkak mataku.
Aku hanya memikirkan bagaimana jika dia udah bener-bener pergi dan aku hanya
bisa melitnya dalam bayang mataku. “Ya allah aku mohon.. aku belum siap untuk
kehilangannya.. ya allahhhh... aku mohooonnnn... huhuhu..” teriakku dalam
batin.
Setelah aku
menemukan amar dimana dika dirawat, aku sercegang dengan suara tangisan mama
dan papa dika. Mereka menangis seperti tak menerima keadaan yang saat ini
dialami dika. Mungkin dalam hati mereka penuh penyesalan, mereka tak pernah
memahami dan mengerti akan keadaaan dika. Bahkan yang sharusnya mereka
merawatnya, meraka malah sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Aku berjalan dengan
lambat menghampiri mereka. Aku tiba disana dengan pakaian yang amburadul dan
kusam. Aku menghampiri mereka dengan kepala tertunduk. Aku merasa prihatin
dengan keadaan dika yang terkulai lemas tak sadarkan diri dalam ruangan darurat
itu. AAku mencoba memeluk erat mamanya dika yang makin tersedu-sedu. “tante,
tante sabar ya, aku yakin dika pasti baik-baik aja. Dika udah jandi sama aku
tante. Dia akaan kuat jalani ini semua. Semuanya kita serahkan pada allah
tante.. sebaiknya kita berdoa saja pada allah, mudah-mudahan dika cepat
sadarkan diri.” Saranku pada tante anis, mama dika. “iya sayang, tante sungguh
menyesal. Kenapa dari dulu tante hanya bisa memikirkan uang..uang dan uang,,
tante baru sadar bahwa tante memiliki tanggung jawab dan kewajiban besar atas
anak tante. Tante tak pernah memperdulikan dan memperhatikan dika. Sayang,, apa
mungkin dika masih mau mengakui tante sebagai mamanya. Tante ini buakn ibu yang
baik yang seharusnya ada disamingnya setiap waktu, yang seharusnya
memberikannya cinta dan kasihsayang yang tulus bukan malah membiarkannya
menghadapi hidup sendirian. Ya tuhan ampuni aku. Aku menyesal telah
menyianyiakan anakku, aku menyesal atas semua ini ya allah.. ya allah, jika kau ijinkan aku, biarkan lah
aku untuk bertukar ruh dengan anakku. Biarkan aku yang menanggung semua
penyakit yang annakku hadapi saat ini. Ya allah bila perlu, biarkan saja aku
yang mati, biarkan anakku yang berdiri disini menanti kematianku” ucapnya
dengan penuh penyesalan.
“tante, sudah
tante, ini sudah rencanaa tuhan, tante tak bisa mengubah ini semua. Biarlah ini
terjadi. Kita hidup hanya bisa mengikuti skenario tuhan untuk menjadi lakon
dari setiap dramanya. Tuhan punya rencana lain dibalik cerita ini tan. Tuhan
juga memiliki banyak hikmah dari semua yang tersembunyi dari kejadian ini.
Tante, syukurilah ini semua. Tante masih diberikan kesempatan untuk memohon
pada anak tante untuk bisa merubah pola hidup tante. Bersyukurlah tante, tante
masih bisa melihat dika walau dalam keadaan terbaring lemah diranjangnya.sekarang
kita berdoa aja pada allah, mudah-mudahan allah masih memberikan kesempatan
uang panjang untuk dika untuk tetap bersama kita. Amin”,kataku menghibur mama
dika..
Semua telah
tenang. aku menunggu dika diruang tunnggu depan kamar dika. Aku hanya bisa
berharap dan berdoa, semuanya aku serahkan kepada allah karena saat ini haya Allahlah
yang menentukan semuanya. Dokter yaang menangani dika menghampiriku setelah ia
memeriksa Dika selama 30 menit yang lalu. dokter berkata, “Tuhan telah
menurunkan mukjizat-Nya kepada Dika, Dika mengalami perubahan yang begitu sulit
dipungkiri. Ini semua berkat do’a keluarganya yang selalu senantiasa
mendoakannya. Selamat bapak-ibu. Anak kalian telah melewati masa-masa kritisnya
dengan sangat cepat. Dia sekarang sudah siuman, jikalau bapak-ibu mau
menjenguknya, silakan tapi bergantian”. Perasaan kami yang tadinya penuh dengan
keputus asaan akan kembalinya Dika ke dunia kini telah sirna. Aku tak sabar
ingin segera melihatnya tersenyum lagi.
Satu hari
berlalu, aku sudah bersiap didepan pintu kamar untuk menemput dika. Hari ini
dika akan kembali ke rumah dan kembali ke sekolah.
“assalamualaikum..”,sapaku
pada dika yang sedang bersiap untuk pulang sambil memakaikan jam tangannya.
Dika tersenyum bahagia dan segera menghampiriku dan tak pernah ku sangka ia
merangkulku dengan erat. Aku terkejut dengan apa yang dika bisikan ditelingaku
dalam rangkulan itu.
“waalaikumsalam
cinta, aku merindukanmu.. sangat merindukanmu”, bisik Dika. Aku segera
melepaskan rangkulan itu. Dan aku tatap kedua bola matanya yang juga menatapku
dengan penuh rasa yang aneh dan membuatku salah tingkah.
“Dika, apa yang
telah terjadi padamu, kenapa kamu menjadi seperti ini? Dan apa maksud
kata-katamu tadi?”,tanyaku dengan penuh keheranan dan melangkah menjauh dari Dika.
Aku juga memang sebenarnya mengaguminya, tapi aku tak pernah tau apakah ini
cinta, atau hanya sekedar rasa terhadap teman atau sahabat. Baru kali ini aku
mendengar bisikan kata cinta dan rindu dari seorang laki-laki. Sebelumnya aku tak
pernah mendengar kata-kata itu meskipun dulu aku memiliki sahabat yang lebih
dekat daripada Dika.
Dika hanya
terdiam bingung dengan kata-katanya selain itu perasaan bersalah ada juga
perasaan malu.
“Dik, bisa kau
ulangi lagi?”, pintaku dengan memohon.
“hah?”, jawab
dika kaget.
“iya, coba
ulangi lagi J?”
“emmm, Ri, aku
merindukanmu, aku sayang padamu dan aku mencintaimu..”
Aku hanya bisa
tersenyum dan menganggukan kepala, ”akupun begitu Dika”.
“jadi sekarang
kita???”
“yaa, kita
taarufan, untuk bisa mengenalmu lebih jauh.. J”, jelasku.
“alhamdulillah,,
aku bahagia telah mengenalmu”
“aku sangat
bahagia dari yang kau rasakan... J”