Senin, 27 Juni 2016

KUMPULAN PUISI 2016

MALAM
By Mrs. T
Malam
Gelap tanpa cahaya
Sunyi tanpa suara

Hanya jiwa dan  alam mimpi yang mampu berkata-kata


PERMATAKU
By Mrs. T
Senja membelah malam
Bintang hilang terhalang sinar sang surya
Mentari pagi melenyapkan gelap malam

Gundah hati gundah jiwa
Susah hati susah rasa
Sedih hati sedih raga

Permataku
Engkau datang penuh cinta
Engkau hilang tanpa kata

Permataku
Jika datang kala kedua
Takkan kubawa hingga ke hati
Kan kututup pintu cinta
Untuk insan tanpa sapa


DIAM
By Mrs. T
Sunyi tanpa kata
Bungkam tak bersuara
Diam tak berdaya
Diam dan hanya diam

Mimpi menjadi harapan
Kosong tak bermakna
Tak dapat digenggam
Hanya ada dalam angan

Suara hati tak dapat didengar
Oleh jiwa yang kosong ilmu
Oleh jiwa yang buta pengetahuan
Oleh jiwa yang hampa akan Tuhan...


INDONESIA
By Mrs. T
Indonesia
Negeriku yang kaya
Di darat dan di laut
Ombak besar menerjang tubuhmu
Namun engkau tetap tegak
Engkau pengobar api semangat kami
Salam perjuangan untuk negeri
Indonesiaku, tanah airku
Aku cinta bangsa dan negaraku...


JAKARTA
By Mrs. T
Tempatku mengadu nasib
Engkaulah dambaan setiap insan penduduk negeri
Rakyat kecil berlari mengejarmu
Tempat curahan segala duka nestapa
Ibukota negeri tercinta
Nasib kami ada padamu
Tanah Jakarta
Aku kembali padamu 


CONTOH CERPEN

My Angel On The Morning

by Mrs. T

 “Haii, namaku Riri Anstasya, Aku biasa dipanggil Riri. Sekarang Aku tinggal di Jakarta dengan ayah dan ibuku. Kami adalah pindahan dari Jogja. Kami pindah karena ayah di tugaskan di suatu perusahan terkenal di Jakarta. Aku senang bisa ke Jakarta. Mencoba di kehidupan yang keras kota metropolitan. Terlihat begitu banyak persaingan di dunia bisnis, ekonomi dan pemerintahan. Hmmm.. Cukup menantang juga. Aku siap dengan suasana baru yang penuh dengan tantangan. Sungguh tak akan kusia-siakan kesempatan ini”, sapaku pada dunia yang menyapaku dipagi yang cerah.
Hari pertama, Ku awali dengan senyuman manis di cermin kesayanganku. Aku  bangun saat fajar tiba. Aku mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat tahajud. Aku berdoa kepada tuhan agar di hari baruku ini aku bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Semoga Tuhan selalu menjaga dan melindungiku.. Amin. Hingga waktu subuh tiba Aku kembali berdiri dari do’aku untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah dimushola dekat rumahku. Tak lupa aku bangunkan ayah dan ibu untuk melangkah menuju rumah Allah.
Aku telah siap menyambut hari ini dengan sejuta harapan dan cita-cita. Ayah dan Ibu memberikanku senyuman manisnya disaat kami sarapan pagi bersama. Aku tak tahu sekolahku dimana dan dengan siapa Aku melangkah ke sekolahku yang baru. Aku coba bertanya pada ibuku.
”ibu, hari pertamaku kesekolah aku belum kenal siapa-siapa. Aku juga belum tahu sekolahku dimana.. Sama siapa aku berangkat?”
Ibu menjawab ”hmm,, tenang sayang, ibu udah tahu nanti kamu berangkat sama siapa. Sekarang makan dulu”
”ohh gitu ya.. Iya bu..” Jawabku dengan singkat.
Ibuku sudah tahu siapa yang akan mengantarku ke sekolah. Tapi aku belum tahu siapa karena Aku belum punya teman yang satu sekolah denganku.
Setelah sarapan pagi selesai, tiba-tiba terdengar ada suara ketukan pintu dan ucapan salam.
”Assalamualaikum....”
Aku, ibu dan ayah serentak menjawab salam itu tetapi tak menghampiri pintu itu. Lalu ibu mencoba keluar dan membukakan pintunya.
 ”waalaikumsalam” jawab ibu.
 Ternyata dia adalah anak yang akan mengantarkanku sekolah.
“eh Dika, kamu anaknya mbak Anis ya..” Tanya ibu.
Sambil tersenyum manis ia menjawab “iya tante.. J kemaren mama bilang katanya besok pagi di suruh kesini dulu.”
”oh, iya.. Kemaren tante kerumah kamu, tapi kamunya enggak ada. Ayo masuk dulu..” Ajak ibu padanya.
”iya tante makasih, aku disini aja tan..”
Dengan senyuman ibuku menjawab ”ya sudah kalo nggak mau masuk, sebentar ya tante panggil anak tante dulu.”
”iya..” jawabnya dengan singkat.
Ibu memanggilku saat Aku sedang membereskan buku-bukuku yang akan kubawa ke sekolah. Aku menghampiri ibuku. Dan ibuku mengajakku untuk berkenalan dengan orang yang akan mengantarkan ku sekolah. Aku penasaran siapa sih dia. Aku segera keluar dan berkenalan dengannya.
Ibu mengajakku keluar dan berbisik padaku ”sayang, kamu kenalan dulu ya sama Dika. Dia anak temen ibu namanya tante Anis. Rumahnya nggak jauh kok dari sini. Nanti dia yang akan nganterin kamu ke sekolah. Kamu udah siap..”
Aku menjawab dengan semangat ”oh, siap dong bu,,J
”hai, aku Riri.. J..”, sapaku.
“hai juga.. Aku Dika.. J” jawabnya dengan lembut.
Lalu ibuku mengingatkanku padaku dan Dika untuk segera berangkat sekolah. Setelah Aku berpamitan dengan ibuku, aku dan Dika pun berangkat menuju sekolah. Kami berangkat sekolah dengan jalan kaki. Karena jarak rumah kami dari sekolah tidaklah jauh. Jadi uang sakuku pun tak terpotong buat bayar ongkos jalan.
Diperjalanan menuju sekolah, tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutku. Aku  hanya diam. Sedangkan Dika, sibuk dengan baca novelnya.
Setelah lama berjalan aku melihat di sekitar kanan kiri jalan. Tiba-tiba aku melihat seorang nenek yang mau menyebrang jalan. Aku minta pada Dika untuk berhenti sejenak. Aku ingin membantu nenek itu menyebrang.
“Dik, tunggu bentar ya” pintaku pada Dika.
“mau kemana..???” Dia berkata tanpa menoleh sedikitpun padaku.
“aku mau kesana sebentar..” Jawabku dengan lembut  mencoba agar dia melihatku.
 Dika pun menolehkan pandangan dari bukunya ke wajahku. Aku hanya bisa tersenyum dan melihatku. Dika pun menjawab dengan senyum “iya, hati-hati ya”.
Aku bergegas berlari kecil dan menghampiri nenek tadi. Aku bertanya pada nenek itu. “nek mau kemana???” Tanyaku.
Nenek itu pun menjawab dengan suara lirihnya “ini nak, nenek mau nyebrang, tapi susah”.
Aku mencoba menawarkan diriku untuk membantunya menyebrang. “boleh aku bantu nek..?” Tawarku sambil memegang tangannya yang sudah memegang tongkat rapuh. Terlihat disana Dika memandangku dengan senyuman dan sedikit memendungkan matanya seperti menahan air mata. Terlihat dimatanya ingin menangis.
Nenek itu menjawab tawaranku dengan senyuman, “boleh nak, makasih ya.. Kamu baik sekali, cantik lagi..” Puji nenek itu padaku. Aku sedikit tersipu malu “ah nenek bisa aja. Ayo nek kita nyebrang”.
Aku dan nenek itupun menyebrang jalan dengan hati-hatinya. Terfikir olehku kemana anak dan cucunya yang seharusnya mendampinginya, bukan malah membiarkannya sendirian dijalan seperti ini. Dalam hati aku berdoa, “ya allah jaga aku, sehatkan dan lindungi aku, berikan aku umur yang panjang untuk bisa memberikan baktiku kepada kedua orangtuaku. Ya allah jagalah mereka, berikan mereka kesehatan, keselamatan dunia akhirat, damaikan hati dan hidup kami lindungilah keluargaku ya allah. Semoga aku masih biisa membahagiakan kedua orangtukau dengan ridha-Mu ya allah, amin ya robbal  alamin.”
Setelah aku menyebrangkan nenek itu aku kembali menghampiri Dika dengan satu tetesan airmata. Dika bertanya padaku “kamu kenapa Ri, kok nangis?”
Aku menjawab sambil mengusap air mata yang jatuh dipipiku. “oh, enggak, aku cuman teringat orang tuaku aja” jawabku. “emang kenapa Ri sama orang tuamu?”Tanyanya. Aku tak mau menangis lagi di hadapan Dika. Jadi aku tak mau menceritakan harapanku terhadap orangtuaku. “nggak papa kok Dik, mereka baik-baik aja. Ayo jalan lagi..”Jawabku untuk mencoba mengalihkan pembicaraan.

Aku dan Dika tiba di sekolah. Sebelum aku masuk selangkah ke sekolah baruku aku berdoa.. “ya allah aku sekolah untuk beribadah sebagai jihad di jalan-Mu, aku ingin sekolahku ini menndapat berkah dan ridha-Mu..semoga disekolah ini aku bisa mencapai harapan dan cita-citaku amiin ya rabb”. Akupun melangkah dengan bismillah di sepanjang jalan aku melihat kekanan kiri ruang lingkup sekolah ini. Sebelum masuk kelas aku diantar untuk ke ruang guru oleh Dika. Setelah sampai diruang guru Dika pergi meninggalkanku dan iapun masuk ke kelasnya.
Aku diwawancarai oleh seorang guru yang cantik dan terlihat sangat muslimah. Aku kagum pada guru itu. Namanya ibu zulaikha, cantik, baik, shlaehah masih muda lagi. Beruntung sekali yang bisa mendapatkannya.  Dia adalah guru bahasa indonesia di sekolah ini.
Setelah wawancara selesai aku diajak untuk masuk ke kelas baruku, dengan teman dan suasana yang baru juga. Harapku di sekolah ini aku bisa tetap berprestasi seperti di sekolahku sebelumnya.  Aku memperkenalkan diri didepan teman-temanku. Tak lupa sebelum masuk kelas aku merapikan pakaianku dan tak lupa pula basmalah.
“assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi teman-teman, perkenalkan nama saya Riri Anastasya, saya dari Jogjakarta. Saya pindah kesini karena ayah saya harus pindah kerja ke Jakarta jadi saya ikut pindah dan kembali melanjutkan sekolah disini. Ada yang mau ditanyakan??”. Oh sungguh sebenarnya aku nggak pede berada di depan teman-teman yang baru ini, yang penuh dengan modis dan tentunya encer juga otaknya, kataku dalam hati. Tak lama kemudian ada seorang siswa cowok yang bertanya padaku. Dia namanya Ryan, terlihat pandai oleh mataku, pertanyaannya cukup bagus, tapi masih gampang bagiku, eittss tapi bukannya maksudku sombong loh... Pertanyaannya adalah apa visi dan misiku sekolah di sini, mohon di jelaskan. Aku menjawab dengan santai dan lancar, “visi saya adalah terdepan dalam akhlakul karimah  dan unggul dalam prestasi, dan misi saya adalah membuat anak-anak disini menjadi suka menulis atau menuangkan kreatifitasnya masing-masing agar dapat menjadi pribadi yang kreatif terampil dan tentunya cerdas.” Terangku pada Ryan dan teman-teman.
Ryan menjawab dengan tepuk tangan “bagus-bagus, saya setuju denganmu.” Aku berterimakasih dengan senyuman pada Ryan.
Setelah aku berkenalan dengan teman-temanku au dipersilahkan duduk oleh ibu Zulaikha. Aku memilih bangku yang kosong. Aku duduk di sebelah Ryan. Ryan menyodorkan tangannya padaku untuk bersalaman. Tapi karena aku dan Ryan bukan muhrim aku membalasnya tanpa sentuhan tangan.
Aku duduk dengan  Selly. Selly itu cantik, cukup baik dan muslimah juga. Aku harap dia juga bisa mengajariku banyak hal di sekolah ini apa yang belum aku ketahui.  
Waktu istirahatpun tiba. Aku pergi ke kantin untuk membeli minuman. Di kantin aku melihat Dika sedang duduk bersama teman-teman cowoknya. Dia melihatku dam memandangku dengan senyuman. Lagi-lagi aku terpesona oleh senyumannya. Aku hanya bisa membalas dengan lambaian tangan dan senyuman. Dalam hati aku merasakan hal yang berbeda pada Dika. Aku  berkali-kali menyebut istigfar dari pandangan dan persaanku. Aku berdoa kepada allah agar aku mendapatkan petunjuk-Nya.
Setelah jam pelajaran usai aku menunggu Dika didepan kelasku tapi Dika tak kunjung datang.  Aku berkeliling sekolah untuk mencarinya. Ditengah perjalanan aku menemukan sebuah tulisan tangan yang sangat bagus. Baru kali ini aku membaca tulisan sebagus ini. Aku  mencari-cari nama pengarangnya. Ternyata dia adalah Ryan. Pantas saja tadi pas perkenalan saat aku bilang tentang menulis dia tepuk tangan, ternyata dia juga suka menulis.  Saat aku membaca-baca tulisan di mading tiba-tiba Ryan muncul dari belakangku. Dia menyapaku dengan manisnya. “hai Rii, belum pulang??” Sapa Ryan padaku. “mm,, belum nih aku lagi nunggu orang” jawabku. “oh iya, kamu juga suka nulis ya..” Tanyaku lagi, “ya cuman nulis-nulis aja nggak suka banget” jawabnya. “tapi ini tulisanmu bagus loh.” Pujiku.” Ahh enggak, biasa aja Ri” mencoba memungkiri. Dari tulisannya dia terlihat cowok yang alim dan sayang sama kedua orangtuanya. Aku sedikit kagum dengannya.
Tak lama aku berdiri dengan ryan, dikapun datang menghampiriku. “ri, maaf ya lama..” ucap dika. Tentunya aku enggak enak kalau memarahinya karena aku menunggu lama. Kalau enggak sama dika, siapa lagi yang bisa mengantarku pulang sampai rumah. Aku menjawab dengan lembut. “iya enggak apa-apa kok. Nyantai aja dik.” Aku dan dika pulang bersama tak lupa aku berpamitan pada ryan. “yan, aku pulang duluan ya.. J” ucapku pada ryan. “iya, hati-hati ya..” jawabnya.
Aku dan dika pulang bersama meninggalkan sekolah. Di perjalanan pulang dika bertanya padaku. “ri, gimana sekolahnya??” tanya dika. Aku menjawab dengan sedikit malu-malu. Maklum lah aku junior dia senior. “cukup senang” jawabku singkat. “Syukurlah.” Ucapnya.
Aku dan dika tiba dirumahku. Aku mengajaknya mampir dahulu ke rumah. “dik, makasih ya udah nganter pulang. Main dulu yuk..” ajakku pada dika. Aku tahu dika belum melaksanakan shalat dzuhur, karena tadi saat istirahat kedua aku tak melihatnya mengambil air wudhu untuk shalat jamaah di sekolah. Aku cuman ngetes dia mau shalat atau tidak. Karena menurutku, cowok yang ganteng itu adalah cowok yang tak lupa akan kewajibannya melaksanakan shalat lima waktu. Dika menjawab dengan tegas “emm, maaf ya ri, kapan-kapan aja lah. Soalnya aku belum shalat dzuhur nih. Jadi pulang dulu aja lah.”. ouh ternyata dia juga ganteng sungguahan. Bukan hanya ganteng muka, tapi juga ganteng akhlak. Aku makin kagum padanya. “ya udah, kapan-kapan ya.. J” ucapku. “Iya siip pasti main kok” jawabnya dengan mengangkat ibu jarinya mencoba meyakinkan ku.
Aku dan dika masuk ke rumah masing-masing. Tak lupa aku menceritakan hari pertamaku di sekolah pada ibuku. Aku ceritakan secara mendetil dari awal berangkat sekolah sampai pulang. Termasuk saat aku membantu seorang nenek yang akan menyebrang jalan. Ibuku terlihat bangga mendengarku membantu seorang nenek menyebrang jalan. Karena ia merasa bahwa ia sudah perlahan-lahan mengajarkan bakti kepada kedua orangtua.
Aku tak ingin menangis haru ketika mendengarkan nasihat ibuku. Aku mencoba diam dan mendengarkan dengan seksama nasihatnya. “Tak akan pernah ku lupakan nasihatmu ibu, tak akan ku lupakan sentuhan hangatmu saat aku terjatuh. Akan selalu ku rindukan pelukanmu untuk menghangatkan tubuhku disaat aku terpuruk oleh air mata kepedihan” bisikku dalam hati.
Hari demi hari berlalu. Seperti biasa dika masih menjemputku untuk berangkat sekolah bersama. Aku senang dika masih bisa mengantarku sekolah. Makin hari perasaan ku pada dika makin kuat. Aku merasa aku telah menlabuhkan kasih sayangku pada dika. Tapi aku tak pernah tahu bagaimana perasaan dika padaku. Aku tak pernah mengharapkannya untuk menjadi seseorang yang special dihidupku. Aku hanya bisa berdoa kepada allah. Jika suatu saat nanti aku dipertemukan dengan seseorang yang aku cintai, labuhkanlah cintaku ini pada orang yang engkau cintai untuk menjadi pendampingku. Agar aku bisa lebih mencintai-Mu, agar aku bisa lebih dekat dengan-Mu  dengan sejuta kebahagiaan yang engkau ridhoi..amin..
Pagi ini dika terlihat sedikit berbeda. Ia terlihat murung dan wajahnya pucat. “dik, kamu sakit???”tanyaku khawatir. Dika hanya memegang kepalanya yang terlihat seperti orang mabuk. Dika tak menjawab pertanyaanku. Kami telah jauh berjalan dari rumah. Aku khawatir kalau tiba-tiba dika terjatuh pingsan. Ternyata kekhawatiranku benar-benar terjadi. Dika hampir terjatuh dijalan dan aku dengan segera mendapati tubuhnya yang hendak terjatuh.saat itu aku tak sedikitpun ingat kalau dia bukan muhrimku. Aku panik sendiri karena aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berdoa pada allah agar dika lekas sadar dari pingsannya. Dalam hati sungguh aku ingin menangis. Karena aku merasa dikalah yang selama ini selalu ada disampingku. Dikalah yang selalu mengertikanku. Diika yang selalu membantuku saat aku terjatuh. Aku teringat saat pertama kami bertemu di depan rumahku. Dia yang begitu manis, dan berseri kini dia tergeletak dipangkuanku. Air mataku menetes dipipiku dan terjatuh ke muka dika yang pucat. Tak tersadar olehku ternyata dika membukakan matanya. Dia terbangun dari pingsannya. Pukanya masih terlihat pucat tapi syukurlah dia masih bisa melihatku menangis di hadapannya. Aku berharap dia tahu bahwa aku sangat menyayanginya. Aku berharap dia mempunyai persaan yang sama padaku. Aku ingiin dika menjadi seseorang yang allah kirim untukku. Untuk menjadi penyempurna hidupku.
Dika terbangun dari pangkuanku. Dika menatapku dengan tatapan yang tajam. Aku tak mampu menatap matanya. Aku haya bisa menundukan pandanganku. Dika mengambil tanganku yang sedang mengusap air mata di pipiku. aku kaget dengan tingkahnya. Dika berkata kepadaku. “ri, aku ini sakit. Waktu hidupku hanya tersisa satu bulan lagi. Aku sudah lama menderita kanker di jaringan otakku. Aku mencoba tetap tersenyum dihadapanmu. Aku tak mau kamu sedih melihatku tersakiti oleh teman-temanku yang selalu menemaniku tiap detikku ini. Ri, aku moon sama kamu. Kamu nggak akan ceritakan ini pada siapapin termasuk kedua orang tuaku.”
Aku kaget dengan perkataannya. Airmataku tak bisa ku bendung. Aku kembali meneteskan air mata. Tak pernah ku sangka, dibalik senyuman manisnya itu ada sejuta rasa sakit yang mendalam yang harus iya tahan dari mimik mukanya demi melihatku tersenyum tanpa rasa khawatir. Aku tak bisa berucap sepatah kata pun, yang aku ingin hanya bisa melihatnya kembali seperti dulu aku melihtnya tersenyum manis dihadapanku. Dika melanjutkan ceritanya tentang penyakit yang ia derita selama beberapa bulan ini tanpa sepengetahuan mama dan papanya. Dia menanggung semua penyakit yang ia derita dengan sendiri.
Aku tak teringat waktu sekolah sedikitpun. Aku dan dika pergi ke suatu tempat yaitu pantai. Sehari ini ingin ku habiskan waktuku bersamanya. aku bertanya kepadanya. “dik, kamu sayang kan sama aku???” aku mencoba menenangkan hatiku. “riri, ku juga sayang sama kamu.” Jawab dika dengan menatapku tajam. “kamu enggak akan tinggalin aku kan????”tanyaku dengan tersedu-sedu karena menahan tangis.
Dika hanya terdiam. Dika mencoba mencari jawaban yang bisa menenangan ku dari keadaannya saat ini. “riri, aku sayang sama kamu, aku janji sekuat tenaga akan selalu ada disampingmu, akan jaga kamu. Aku janji..!!!” mendengar jawaban itu aku tak bisa berhenti menahan air mataku yang terus menetes.  Yang aku takut saat itu bukan janjinya yang bisa atau tidak ia lakukan.tapi aku takut kehilangan seseorang yang sangat aku cintai. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Dalam hati aku mencoba membatasi perasaanku padanya. Aku tak ingin ada yang namanya pacaran dalam hidupku karena aku tahu itu hukumnya haram. Begitupun dengan dika aku tahu hal itu. Kami hanya bisa menaruh perasaan ini hanya sebatas persahabatan semata. Tak ada yang lebih. Begitupun dengan kepedulian dan tangisanku. Aku harap perasaan hanya simpatik padanya. Aku tak ingin hal ini berujung pada jarak cinta dan nafsu. Aku hanya ingin kami saling menjaga satu sama lainnya. Ya allah teguhkan hatiku, jaga perasaanku padanya. Lindungi aku dari perasaan ini.
Seharian ini kami menghabiskan waktu swkolah kami untuk berbagi kepedulian. Aku ingin ini menjadi kenangan terindahku bersama dika sebelum dika benar-benar pergi dari hidupku. Aku mungkin tak bisa membuatnya bahagia untuk waktu yang lebih lama. Tapi aku harap dia akan mengeang hari ini sebagai hari yang paling indah yang pernah kami lewati bersama.
Aku dan dika duduk bersama di bawah pohon yang rindang di tepi pantai. Kami melihat deburan ombak yang kian menghampiri jari-jari kakiku dan kakinya. Kami melihat jauh di ujung sana laut yang tiada tepi. Dika berbisik padaku. “aku ingin seperti ombak. Yang tak pernah bosan menghantam bebatuan yang keras hingga bebatuan itu akan hancur. dan Aku yakin, aku akan kuat untuk lewati semua deritaku. Sampai malaikat maut memanggilku aku tak akan takut untuk menjemput mautku.” Katanya sembil memandang jauh deburan ombak. Aku hanya bisa terdiam. Aku tak ingin menangis lagi. Aku hanya memandangi wajahnya yang semakin lama semakin terlihat pucat. Aku hanya memberikan senyuman manis di wajahku.
Telah lama aku menemani dika untuk mencurahkan apa yang dideritanya selama ini kamipun pulang. Aku membantunya berdiri dan memegangi tangannya yang makin terasa dingin. Kami pulang dengan naik becak karena aku takut penyakitnya kambuh lagi. Sebelum kami pulang, aku membelikannya minuman agar tubuhnya terasa sedikit ringan. Dalam hati aku bertanya-tanya. “ya allah kenapa kau coba orang yang aku cintai dan aku sayangi dengan cobaan seberat ini???”. Aku mencoba untuk tidak menyalahkan tuhan. Karena aku tahu apapun keputusan-Nya itulah yang terbaik untuk hamba-Nya. 
Setelah tiba di depan rumah dika, aku dan dika turun dari becak. Aku mengantarkannya sampai kamarnya. Aku menyuruhnya untuk tetap beristirahat. Di rumah dika tak ada seorangpun yang tinggal di rumah, termasuk pembantunya  yang biasa membrsihan seisi rumah itu. Aku bertanya pada dika. “dika, mama sama papamu kemana???” dika hanya menggelengkan kepalanya. Aku fikir mungkin mama dan papanya sedang sibuk dikantornya mereka bekerja. Aku menemani dika hingga ia tertidur. Aku juga tertidur di kursi yang ada di sebelah tempat tidur dika. Aku terbangun saat aku mendengar bunyi handphoneku. Ternyata ibuku mengirimkan sebuah short massage service (sms) yang isinya bahwa aku di suruh segera pulang karena ibuku mau pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan aku disuruh untuk jaga rumah. Aku bingung apa yang harus ku lakukan. Dika sedang sakit dan jika aku tinggal dia sendirian dan tak ada yang merawatnya karena mama dan papqnya belum pulang,  aku mencoba membalas sms ibuku dan memberi tahu bahwa aku sedang di rumah dika dan dika sedang sakit sedangkan dirumahnya tak ada siapa-siapa. Aku harap ibuku bisa menungguku sebentar sampai orang tua dika pulang.
15 menit kemudian terdengar suara klakson mobil dari luar rrumah dika. Syukurlah mama dan papanya dika pulang juga. Akhirnya aku bisa pulang dan membantu ibu. Aku menjelaskan semua yang terjadi dengan dika pada kedua orangtuanya. Ternyata di rumahnya dika, dika itu tak di perhatikan sepenuhnya oleh mereka. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku sungguh tercengang saat mereka berbicara bahwa mereka tak pernah tahu penyakit yang di derita oleh dika. Mungkin hanya aku, dokter yang biasa dika temui dan tuhan yang tahu hal ini. Ya allah sungguh malang nasib dika. Orangtuanya hanya memikirkan hidiup mereka sendiri tanpa memperdulikan perasaan yang diderita oleh anaknya. Tapi dalam hati aku bersyukur memiliki orangtua yang begitu memperhatikanku. “Ya allah aku berterimakasih padamu telah mengirimkanku malaikat-malaikat yang begitu mulia” Ucapku dalam hati.
Setelah aku ceritakan semuanya pada mereka, aku berpamitan untuk pulang dan ku titipkan salamku lewat mereka untuk dika. Aku senang akhirnya mereka tahu semua apa yang selama ini dika harapkan dari mereka. Dika hanya ingin sehari saja untuk bisa bersama dengan keluarganya. Itulah yang selama ini ia rindukan dari kedua orang tuanya sebelum masa-masanya berakhir.
Hari ini aku berangkat sekolah tanpa dika. Hmmh terasa hampa dan membosankan. Aku merasakan kerinduan yang amat mendalam pada dirinya. Aku harap siang nanti aku bisa menjenguk ke rumahnya. Aku mengikuti pelajaran seperti biasa. Tak ada yang berbeda selain pergi dan pulang sekolah tanpa dika. Di sekolah aku banyak melamun hingga teman-temanku pun sedikit heran padaku karena hari ini aku terlihat begitu tak bersemangat untuk belajar. Termasuk ryan yang menanyakan keadaanku dan kenapa aku kemaren tidak berangkat sekolah. “ri, kamu kenapa, kok sekarang murung gini??” tanya rian padaku. “Aku gg papa, cuman kecapean aja kok” Jawabku bohong. Aku berusaha mengalihkan pembicaraanku agar rian tak mencoba bertanya-tanya tentang masalahnya kemarin aku tidak berangkat sekolah.
Jam pulang sekolah tiba. Aku bergegas untuk cepat-cepat keluar dari sekolah dan pergi kerumah dika. Aku sudah tak sabar melihatnya tersenyum lagi seperti biasanya dika menghiburku saat aku dalam masalah. Sebelum aku pergi ke rumah dika, aku membeli beberapa buah-buahan untuk dika. Setelah itu aku baru pergi kerumah dika dengan wajah yang berseri-seri tak sabar untuk melihatnya.
Di tengah jalan aku mendapati telephone dari mama dika. “ririiii,, kamu dimana nak??? Kamu dimana???”teriak mama dika di telephoneku. Sontak aku kaget dengan teriakan mama dika. Aku panik dan aku mencoba untuk tenang tapi aku tak bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Langsunga aku jawab telephonenya. “tantee ada apa???? Apa yang terjadi sma dika??? Tante.. jawaaabbb” ucapu dengan penuh kekhawatiran.  Ternyata dika tengad dirawat dirumah sakit.kanker itu sepertinya sudah menggerogoti tubuhnya. Aku tahu kanker yang ada di jaringan otak itu sangat cepat berkembang. Secepat mungkin aku berlari tak ku hiraukan apapun yang ku temui di sepanjang jalan. Aku hanya bisa menyebut nama allah dan memohon perlindungannya untuk dika. “ya allah jangan kau amabil dia dari hidupku. Biarkanlah aku untuk sejenak merasakan kasih sayannya yang begitu tulus. Aku ingin melihatnya tersenyum manis sebelum dia pergi. Ya allah sungguh aku mohon kepada-Mu panjangkanlah umurnya” desisku.
Setelah aku sampai dirumah sakit aku langsung ke tempat registrasi. Aku menanyakan ke suster yang sedang berjaga. “suster pasien yang namanya dika, dirawat di kamar no berapa????” tanyaku gegabah. “Maaf anda siapanya ya??, soalnya kami tidak bisa memberikan informasi sembarangan” jawabnya dengan sopan. Aku sangat khawatir dengan keadaan dika. Tanpa koma aku berbicara. “suster,, saya ini temannya sekarang dia dimana??? Cepatt suster...???”. suster itupun segera memberi tahuku dimana dika dirawat.dengan cepat aku berlari mencari lift untuk lebih cepat menemukan kamar dika. Dika dalam keadaan keritis. Sepanjang jalan aku hanya bisa menahan bendungan air mata ku yang kian membuat bengkak mataku. Aku hanya memikirkan bagaimana jika dia udah bener-bener pergi dan aku hanya bisa melitnya dalam bayang mataku. “Ya allah aku mohon.. aku belum siap untuk kehilangannya.. ya allahhhh... aku mohooonnnn... huhuhu..” teriakku dalam batin.
Setelah aku menemukan amar dimana dika dirawat, aku sercegang dengan suara tangisan mama dan papa dika. Mereka menangis seperti tak menerima keadaan yang saat ini dialami dika. Mungkin dalam hati mereka penuh penyesalan, mereka tak pernah memahami dan mengerti akan keadaaan dika. Bahkan yang sharusnya mereka merawatnya, meraka malah sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Aku berjalan dengan lambat menghampiri mereka. Aku tiba disana dengan pakaian yang amburadul dan kusam. Aku menghampiri mereka dengan kepala tertunduk. Aku merasa prihatin dengan keadaan dika yang terkulai lemas tak sadarkan diri dalam ruangan darurat itu. AAku mencoba memeluk erat mamanya dika yang makin tersedu-sedu. “tante, tante sabar ya, aku yakin dika pasti baik-baik aja. Dika udah jandi sama aku tante. Dia akaan kuat jalani ini semua. Semuanya kita serahkan pada allah tante.. sebaiknya kita berdoa saja pada allah, mudah-mudahan dika cepat sadarkan diri.” Saranku pada tante anis, mama dika. “iya sayang, tante sungguh menyesal. Kenapa dari dulu tante hanya bisa memikirkan uang..uang dan uang,, tante baru sadar bahwa tante memiliki tanggung jawab dan kewajiban besar atas anak tante. Tante tak pernah memperdulikan dan memperhatikan dika. Sayang,, apa mungkin dika masih mau mengakui tante sebagai mamanya. Tante ini buakn ibu yang baik yang seharusnya ada disamingnya setiap waktu, yang seharusnya memberikannya cinta dan kasihsayang yang tulus bukan malah membiarkannya menghadapi hidup sendirian. Ya tuhan ampuni aku. Aku menyesal telah menyianyiakan anakku, aku menyesal atas semua ini ya allah..  ya allah, jika kau ijinkan aku, biarkan lah aku untuk bertukar ruh dengan anakku. Biarkan aku yang menanggung semua penyakit yang annakku hadapi saat ini. Ya allah bila perlu, biarkan saja aku yang mati, biarkan anakku yang berdiri disini menanti kematianku” ucapnya dengan penuh penyesalan.
“tante, sudah tante, ini sudah rencanaa tuhan, tante tak bisa mengubah ini semua. Biarlah ini terjadi. Kita hidup hanya bisa mengikuti skenario tuhan untuk menjadi lakon dari setiap dramanya. Tuhan punya rencana lain dibalik cerita ini tan. Tuhan juga memiliki banyak hikmah dari semua yang tersembunyi dari kejadian ini. Tante, syukurilah ini semua. Tante masih diberikan kesempatan untuk memohon pada anak tante untuk bisa merubah pola hidup tante. Bersyukurlah tante, tante masih bisa melihat dika walau dalam keadaan terbaring lemah diranjangnya.sekarang kita berdoa aja pada allah, mudah-mudahan allah masih memberikan kesempatan uang panjang untuk dika untuk tetap bersama kita. Amin”,kataku menghibur mama dika..
Semua telah tenang. aku menunggu dika diruang tunnggu depan kamar dika. Aku hanya bisa berharap dan berdoa, semuanya aku serahkan kepada allah karena saat ini haya Allahlah yang menentukan semuanya. Dokter yaang menangani dika menghampiriku setelah ia memeriksa Dika selama 30 menit yang lalu. dokter berkata, “Tuhan telah menurunkan mukjizat-Nya kepada Dika, Dika mengalami perubahan yang begitu sulit dipungkiri. Ini semua berkat do’a keluarganya yang selalu senantiasa mendoakannya. Selamat bapak-ibu. Anak kalian telah melewati masa-masa kritisnya dengan sangat cepat. Dia sekarang sudah siuman, jikalau bapak-ibu mau menjenguknya, silakan tapi bergantian”. Perasaan kami yang tadinya penuh dengan keputus asaan akan kembalinya Dika ke dunia kini telah sirna. Aku tak sabar ingin segera melihatnya tersenyum lagi.
Satu hari berlalu, aku sudah bersiap didepan pintu kamar untuk menemput dika. Hari ini dika akan kembali ke rumah dan kembali ke sekolah.
“assalamualaikum..”,sapaku pada dika yang sedang bersiap untuk pulang sambil memakaikan jam tangannya. Dika tersenyum bahagia dan segera menghampiriku dan tak pernah ku sangka ia merangkulku dengan erat. Aku terkejut dengan apa yang dika bisikan ditelingaku dalam rangkulan itu.
“waalaikumsalam cinta, aku merindukanmu.. sangat merindukanmu”, bisik Dika. Aku segera melepaskan rangkulan itu. Dan aku tatap kedua bola matanya yang juga menatapku dengan penuh rasa yang aneh dan membuatku salah tingkah.
“Dika, apa yang telah terjadi padamu, kenapa kamu menjadi seperti ini? Dan apa maksud kata-katamu tadi?”,tanyaku dengan penuh keheranan dan melangkah menjauh dari Dika. Aku juga memang sebenarnya mengaguminya, tapi aku tak pernah tau apakah ini cinta, atau hanya sekedar rasa terhadap teman atau sahabat. Baru kali ini aku mendengar bisikan kata cinta dan rindu dari seorang laki-laki. Sebelumnya aku tak pernah mendengar kata-kata itu meskipun dulu aku memiliki sahabat yang lebih dekat daripada Dika.
Dika hanya terdiam bingung dengan kata-katanya selain itu perasaan bersalah ada juga perasaan malu.
“Dik, bisa kau ulangi lagi?”, pintaku dengan memohon.
“hah?”, jawab dika kaget.
“iya, coba ulangi lagi J?”
“emmm, Ri, aku merindukanmu, aku sayang padamu dan aku mencintaimu..”
Aku hanya bisa tersenyum dan menganggukan kepala, ”akupun begitu Dika”.
“jadi sekarang kita???”
“yaa, kita taarufan, untuk bisa mengenalmu lebih jauh.. J”, jelasku.
“alhamdulillah,, aku bahagia telah mengenalmu”
“aku sangat bahagia dari yang kau rasakan... J