Selasa, 24 Februari 2015

CONTOH CERPEN-PILIHAN YANG SALAH



PILIHAN YANG SALAH
Langit tak secerah biasanya. Gerimis menghampiri  kota Ciamis Manis. Hujan yang mengguyur kota Ciamis setiap siang hingga malam membuat jalanan licin dan terkadang macet karena kecelakaan lalu lintas. Susunan jalan kota yang teratur membuat kota Ciamis semakin terlihat indah. Kebersihan lingkungan jalanan lalu lintas yang selalu terjaga membuat pengguna jalan merasa nyaman.
Lita berdiri di sudut halte kampus.  Terlihat sedang menunggu angkot 02.  Namun waktu telah menunjukan pukul 18.15. Sedangkan angkot di kota Ciamis hanya beroperasi dari jam 05.00 pagi hingga jam 18.00 petang.  Hati Lita mulai resah dan gelisah. Lita takut ia tidak bisa pulang tepat waktu ke kostannya.
Waktu terus bergulir begitu saja. Lita masih tetap berdiri di sudut halte itu. tak ada seorangpun selain dirinya di halte. Beruntunglah dalam 15 menit menunggu, lewatlah angkot 02. Angkot itu melaju dengan cepat sehingga Lita bisa sampai di kostan tidak terlalu malam. Hatinya yang kering karena kegelisahan kini telah terbasuh oleh air hujan kelegaan.
Malam itu handphone Lita sepi. Biasanya setiap malam ada seseorang yang menemaninya dengan sms yang tak henti-hentinya. Ya. Rika. Rika adalah teman sekelas Lita yang selalu curhat tentang kedekatannya dengan salah satu dosen di kampusnya. Tapi sayang, walaupun Rika selalu menceritakan semua yang terjadi, Lita tidak pernah tahu siapa dosen yang dimaksud oleh Rika.
Satu sms akhirnya membunyikan handphone Lita. Dimas. Ya, nama itulah yang tertera dilayar handphone Lita, Dimas adalah Ketua Tingkat di kelas Lita. Dari sms itu, Dimas memberitahukan kepada Lita dan semua teman-temannya bahwa Pekan Indonesia Kreatif Bulan Bahasa akan dilaksanakan dalam beberapa minggu ke depan, dan selain Pekan Indonesia Kreatif Bulan Bahasa ada juga Seminar Nasional serta Ujian Praktek. Dari semua kegiatan itu dapat diakumulasikan membutuhkan dana sebesar tiga ratus lima puluh ribu rupiah.
Kedua mata Lita terpaku pada angka tiga ratus lima puluh ribu itu. Dengan Berulang-ulang Lita membaca sms itu. Lita berharap sms itu salah, karena untuk beberapa minggu ini dia tidak memiliki uang yang cukup banyak. Untuk pembayaran kuliah pun masih tidak cukup.
Semalam suntuk Lita memikirkan hal itu. namun Lita buntu untuk berfikir. Sempat terfikir dibenak Lita untuk bekerja di sebuah toko swalayan dan berharap dapat upah yang mampu memberinya kecukupan untuk kegiatan-kegiatan itu. namun terfikir juga, jikalau dirinya akan bekerja di sebuah swalayan, maka dia harus pindah kelas ke kelas karyawan. Sedangkan pemrosesan pemindahan kelas pun memakan waktu yang lama.
Hari berganti. Lita bergegas meluncur ke kampus dengan angkot 02 langganannya. Dengan langkah lambat Lita menuju ke ruang 19 tempat dirinya mendapat bimbingan dari dosen. Ruang kelas masih sepi. Tak ada satu pun mahasiswa yang telah duduk menempatkan diri di kursi kesayangan mereka.
Lita menempatkan diri di baris kedua dari depan. Bukan kursi kesayangannya, tetapi kali ini Lita ingin mempertanyakan sesuatu kepada Rika.
“Pagiiiiiii….” Sapa seseorang terdengar dari depan pintu. Rika lah yang menyapa Lita dari depan pintu itu, namun Lita tak juga menyahutinya. Lita masih memikirkan biaya yang memberatkan kepalanya.
“Heii… Masih pagi sudah melamun, kenapa Mbak Broo???”, Tanya Rika.
“Aaahh… Enggak. Aku mau tanya, kabar tentang Bulan Bahasa, Seminar Nasional, dan Ujian Praktek itu udah jelas atau belum?”
“Gue juga belum tau, kata KM-nya sih gitu. Belun jelas juga sih kapan pelaksanaannya. Emang kenapa?”
“Enggak.. Gak apa-apa. Nanya aja.” Jawab Lita singkat.
“Ohh, ya udah. Gue keluar bentar yahh… Biasa ada cair… Hehehe”
“Oh. Yaya…”
Rika berlalu dari ruang 19 menuju kantin Pak Ali, kantin langganan mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia atau sering dikenal Diksatrasia Caffe. Ditempat itu pula rika sering menemui dosen yang bernama Bayu Setiawan alias Dosen Ganteng plus Alay. Dosen muda yang jenius dan berpenampilan rapi. Pak Bayu adalah dosen mata kuliah Bahasa Jurnalistik untuk tingkat 2. Semua mahasiswa tingkat 2 mengenalnya, terutama mahasiswi-mahasiswi yang mendapat bimbingannya.
Di kantin itulah Rika mendapatkan uang bayaran dari Pak Bayu.  Entah hal apa yang telah dilakukan oleh Rika, sehingga mendapatkan upah dengan nominal yang sangat fantastis bagi mahasiswa tingkat 2.
Disisi lain Rika adalah seseorang yang menjabat sebagai sekretaris di kelasnya, wajar saja jika dirinya mendapatkan kedekatan dengan para dosen. Karena setiap ada sesuatu mengenai pembelajaran yang menyangkut kehadiran dan tugas, sekretaris adalah orang kedua yang di amanati untuk menyampaikan pesan dari dosen yang bersangkutan.
Setelah mendapatkan cairan dari Pak Bayu, Rika kembali ke kelasnya. Lita masih tetap duduk di baris nomor 2. Uang dalam amplop cokelat terbang kearah Lita, dan mengenai dadanya.
“Apaan nih???”, tanya lita dengan mengkerutkan dahi.
“Cairan dong..hahaha”, jawab rika dengan nada agak mengejek.
“Dari mana? Sejak kapan kamu kerja?”
“Udah sejak 3 bulan yang lalu. Kenapa?, Kaget yaa???, makanya ayo kerja bareng sama Gue. Gajinya gede lohh.”, Ajak Rika meyakinkan.
“Kerja apaan?, Halal gak?”
“Masalah kerjaan mah gampang, nanti gue yang ngatur lo. Oke?, pokoknya lo tinggal tau kerja aja lah.
Oh iya, mana nomor rekening lo. Nanti gue yang transfer uang kalo kerjaannya udah beres.”
Lita mencoba memikirkan dengan tawaran Rika. Lita mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi. Kebutuhan Lita sudah mendesak dirinya ke arah kegelapan.
Uang yang di butuhkan untuk membiayai kuliahnya membuatnya resah dan gelisah setiap ditagih oleh pihak administrasi keuangan kampus. Nominal uang yang harus dibayarkannya mencapai lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Itu pun belum termasuk biaya kegiatan Bulan Bahasa, Seminar Nasional dan Ujian Praktek. Belum juga tagihan kost-kostan perbulannya tiga ratus lima puluh ribu rupiah. Hutang yang menumpuk membuat Lita bingung dan keteteran. Hutang dimana-mana.
Kondisi ekonomi yang melilit keluarga Lita kini semakin mempersulit keadaan Lita. Semua penderitaan itu bukanlah hal biasa bagi Lita. Dahulu saat Lita berada di atas segalanya, Lita tak pernah memberikan sedikit pun harta yang dimiliknya untuk orang-orang yang membutuhkan di sekitarnya. Lita tak pernah puas dengan apa yang ia miliki. Tetapi setelah ia merasakan kesulitan itu, Lita sudah mulai berfikir untuk bisa saling berbagi dan memberi terhadap sesama.
Waktu berjalan begitu saja. Tiga kegiatan yang memakan biaya tiga ratus lima puuh ribu rupiah itu telah di depan mata. Kegiatan itu akan dilaksanakan enam hari yang akan dating dan iaya paling lambat dibayarkan tiga hari sebelum hari-H. Tak ada alasan lagi untuk Lita menolak tawaran kerjasama dengan Rika. Lita menerima tawaran itu begitu saja, tanpa fikir panjang dan tanpa memikirkan segala kemungkinan buruk atas pekerjaannya.
Malam pun tiba, handphone Lita bordering. Saat itu Lita tengah menjinjing sebuah tas, dan berdiri di tepi jalan yang sepi dan hanya ada satu mobil terparkir didepan Lita. Terlihat di layar handphonnya nomor asing. Sms masuk dan memberikan pesan “Sekarang di depan anda ada mobil, masukan tas itu kedalam mobil dan anda langsung pergi”.
Lita melakukan hal itu dengan baik. Setelah memasukan tas yang dijinjingnya itu, Lita langsung berlari secepat ia mampu. Lita tidak mengetahui apa yang ada di adalam tas itu. Lita hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh patner kerjanya. Ya, demi uang dan demi kuliah Lita melakukan hal itu. itulah kerja yang biasa Rika lakukan dengan Pak Bayu. Mengirimkan tas-tas yang di perintahkan dengan baik dan benar tanpa sepengetahuan orang lain.
Hari pembayaran Pekan Indonesia Kreatif Bulan Bahasa, Seminar Nasional dan Ujian Praktek tiba. Lita telah membayar semua kegiatan itu dengan lunas. Begitupun hutang kost-kostan dan kuliahnya. Kini hatinya lega, tidak ada hutang yang melilit dirinya dan memberatkan fikirannya.
Dihari itu pula ada suatu berita yang mengejutkan seantera kampus. Sirine yang terdengar sejak dari radius 1,5 km itu melaju dengar cepat. Mobil Polisi masuk ke halaman kampus dan parkir tepat di depan gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Entah apa yang terjadi dengan kampus itu. semua panik dan keluar dari ruang kelas masing-masing.
Semua Polisi yang ada di mobil keluar dari mobil dan masuk ke gedung FKIP itu. memeriksa semua pegawai yang hadir. Ternyata tidak ditemukan orang yang mereka cari. Yang mereka cari adalah Pak Bayu Setiawan atau Dosen Ganteng plus Alay itu. Entah apa masalah yang melilitnya sehingga Polisi mencarinya. Tak ada satupun dosen dan pegawai yang mengetahui keberadaannya. Karena para dosen dan pegawai hanya tahu bahwa Pak Bayu itu telah pindah kerja ke suatu universitas di luar Pulau Jawa. Itulah pesan terakhir sebelum ada pengunduran diri dari beliau. Dan ternyata Dosen Bahasa Jurnalistik itu adalah salah satu buronan Polisi yang selama ini di cari. Beliau adalah salah satu pengedar Narkotika terbesar di kota Ciamis. Cara kerjanya itu adalah memasukan tas yang berisi Narkoba dan Zat Adiktif lainnya kepada mobil-mobil pengguna barang haram itu. dan mobil itu biasanya terparkir di sudut kota yang sepi.
Ya, itulah penjelasan yang Lita dan Rika dapatkan dari Dimas. Penjelasannya itu membuatnya menundukan kepala dan menangis. Hanya bisa menyesali semua perbuatan yang dilakukan. Kedua sahabat itu saling berpelukan dan berharap kepada Allah agar perbuatannya mendapatkan ampunan dari-Nya. Kedua sahabat itu saling berjanji untuk lebih berhati-hati dalam menerima pekerjaan dari seseorang.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar