Musafir cinta
Berjalan menelusuri jalan setapak
menuju kampusnya ia lakukan setiap hari. Melangkahkan kaki yang kian jauh. Romi
tertatih-tatih dalam langkah kaki yang tak kian menepi. “Ya allah aku telah
lelah dengan semua ini, berilah aku jalan untuk menemukan seseorang yang akan
menjadi teman hidupku” ujarnya dalam hati. Semakin jauh ia menelusuri jalan
itu, semakin goyah keyakinannya akan takdir cinta. Ia putus asa dengan
kenyataan yang harus ia terima selama ini.
Umurnya yang semakin membawanya ke lembah kedewasaan yang tak kunjung
menemukan pendamping hidupnya, membuatnya harus rela di ejek oleh teman-teman
sekampusnya yang sebaya yang sudah menemukan pendamping hidup bahkan sudah
memiliki anak.
Suatu ketika
Billy, sahabat Romi menawarkan seorang perempuan muslimah yang telah lama menyukainya. Tetapi Romi tidak tahu akan
hal itu. Perempuan tersebut adalah Alisya.
Alisya adalah mahasiswi S1 jurusan Bahasa Inggris tingkat akhir yang telah lama menaruh perasaan pada Romi.
“Romi, aku punya temen. Dia cantik, muslimah, cerdas
lagi. Dia udah lama suka
sama kamu. Dia pernah bilang sama aku kalau dia
pengin banget taarufan sama kamu. Tapi pas dia tahu kamu sempet mau dijodohin
sama anak temen ayahmu dia tak pernah cerita-cerita lagi tentang perasaannya
sama aku”, terang Billy.
“Hei Bill, yang benar saja kau. Aku ini
kan bujangan lapuk mana mungkin ada yang suka sama aku..”, jelas Romi.
“Aku tak mengerti denganmu Rom. Kamu
itu mahasiswa terkenal paling populer dikampus ini, kamu itu
ganteng, pinter, apa lagi yang
kurang dari kamu???”, tanya Billy.
Romi hanya bisa menghela napas. Dalam
hatinya dia sangat ingin tahu tentang perempuan itu. Tapi saat Billly bicara
tentang taaruf, perasaannya langsung down. Ia merasa belum siap untuk bertaaruf dengan perempuan itu. Ia masih merasa kurang cukup tahu dalam ilmu agama.
Setelah Billy
menceritakan semuanya pada Romi, Billy bergegas menemui Alisya yang sangat
mengagumi Romi. Alisya yang saat itu sedang membaca buku diperpustakaan
terkejut dengan kedatangan Billy.
“Assalamualaikum Alisya”, sapa Billy.
“Waalaikumsalam J”,
jawabnya dengan senyuman
“Apa kabar Alisya, gimana dengan
perasaanmu pada Romi, masih utuh???”, tanya Billy sambil menarik kursi untuk ia duduki.
“Alhamdulillah Alisya kabarnya baik.
Emm, soal perasaan Alisya sama kak Romi masih utuh. Alisya belum bisa gantiin
posisi kak Romi di hati Alisya”, terang Alisya.
“Ohh. Alisya jaga hati Alisya aja yaa,
mudah-mudahan kak Romi bisa buka hatinya buat Alisya”, harap Billy pada Alisya.
“Kak Romi kan udah dijodohin. Jadi
enggak mungkin kak romi bisa buka hatinya buat wanita lain. Iya kan???”,
ucapnya dengan kerutan dahi.
Billy menjawabnya degan tegas dan
sambil tertawa. “hahaha... dijodohin?? itu sih udah lama dibatalin kali. Udah
kamu tenang aja nanti aku yang bilang sama Romi”
Alisya hanya terdiam dan menyimpan
sejuta tanya akan perjodohan Romi yang dibatalkan. Tetapi Alisya juga bersyukur
karena lelaki yang ia cintai belum juga menikah berarti ia masih memiliki
kesempatan untuk bersama
dengan Romi.
Sebulan
setelah berfikir panjang tentang perempuan yang Billy tawarkan padanya, kini ia
penasaran juga. Ia menanyakan tentang perempuan yang telah lama menyukainya
pada Billy. Dengan perasaan yang kian memuncak akan hausnya rasa cinta, ia mencoba
untuk bertaaruf kembali setelah ia merasakan perihnya dikhianati oleh wanita yang sangat ia cintai dan ia sayangi.
Romi menemui
Billy yang sedang sibuk menyelesaikan thesisnya di kamar.
“Bill, sebulan yang lalu kau pernah
bilang padaku ada perempuan yang telah lama menyukaiku. Apa dia masih
menyukaiku sampai sekarang???”, tanya Romi yang membuat Billy berhenti menekan
keyboard komputernya.
“Hei kawan, kenapa baru saat ini kau
tanyakan itu padaku. Perempuan itu sekarang masih nunggu kamu. Di setiap ia melangkah, ia selalu membayangkan jika
saja kau ada disampingnya memegang tangannya, berjalan bersama menuju
baitullah. Itu yang selama ini ia dambakan. Aku tahu banyak tentang perasaannya
padamu karena dia tahu bahwa aku yang selalu bersamamu dan berharap aku bisa
memberi tahu bahwa dirinya sangat mencintaimu, dan dia percaya kalau aku ini
teman baikmu”, jelas Billy.
Romi terpaku dari apa yang baru saja
sahabatnya bilang. ia bertanya pada Billy, “ bisakah kau beri tahu perempuan
itu??”
“Tentu. Namanya Alisya, ia mahasiswi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Inggris dikampus
kita. Sekarang ia sedang mendambakan kehadiranmu dalam hidupnya. Harapannya
saat ini adalah bisa bertaaruf denganmu. Ayolah Rom, jangan terus terpuruk
dengan masa lalumu. Aku yakin, dia adalah perempuan yang allah kirimkan untuk
mendampingimu. Dia perempuan yang baik, cerdas dan muslimah. Apa kau akan menyia-nyiakannya
begitu saja??” tanya Billy.
“Baik. Aku akan coba untuk bertaaruf
dengannya. Aku mohon padamu, restui aku dengannya yaa..” jawab Romi.
“siip, pasti aku restui kamu Rom, good
luck yaa...”, tegas Billy
Malam pun
tiba. Karena hari ini Romi begitu lelah dengan aktivitasnya, memaksanya untuk
menghempaskan tubuhnya pada ranjangnya. Ia menatap langit-langit kamar yang
dipenuhi oleh ukiran-ukiran dari gift. Seraya ia berkata “Alisya, aku akan
segera menjemputmu. Siapkah engkau untuk menjadi bidadari surgaku???”.
Bayangan indah
wajah Alisya membuatnya tertidur pulas, walau sebenarnya ia tak tahu bagaimana
wajah Alisya. Angin malam pun tak mau ketinggalan dengan bayangan wajah Alisya
yang begitu menawan. Angin malam yang masuk melewati celah-celah kecil jendela
kamarnya, membuatnya merasa tertusuk jarum yang semakin lama semakin merasuk
kedalam tubuhnya. Ia terbangunkan oleh tusukan angin itu. Ia bangun lalu menuju
ke kamar kecil untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat malam. Sebelum
ia berdiri dan takbiratul ihram, ia bergumam, “Untuk kamu Alisya, aku harap saat ini kau juga akan melaksanakan shalat
malam. Aku ingin kita shalat bersama aku menjadi imam dan kau menjadi makmumku,
amiin”.
Romi pun
melaksanakan shalatnya dengan khusuk. Di akhir shalatnya, ia menaruhkan do’a
dan harapannya kepada Allah atas perjalanannya sebagai musafir cinta yang ia
harap akan berakhir hari ini dan menemui Alisya sebagai penggugur dari titlenya
sebagai musafir cinta sejati.
“Ya Allah yang maha kuasa atas segala,
aku mohon ampunan-Mu. Aku adalah hamba-Mu yang berlumur dosa, berilah aku
ampunan-Mu ya Rabb. Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku
percaya akan semua janji-Mu. Aku percaya akan semua takdir-Mu. Maha suci Engkau
yang meciptakan segala yang Kau kehendaki dengan penuh kesucian. Ya allah jika
Kau ridhoi aku untuk menjadi pendampingnya, mudahkanlah aku untuk melangkahkan
kakiku untuk menjemputnya. Tunjukan jalan-Mu untukku untuk mengkhitbahnya. Aku
tahu bahwa aku belum pernah bertemu dengannya, bahkan aku baru tahu namanya
kemarin siang tetapi aku sudah merindukannya dengan penuh keyakinan yang
mendalam. Aku tahu hal ini sangat konyol, tapi aku percaya akan hal ini karena
aku juga bisa mencintai Rasul-Mu Muhammad SAW tanpa aku melihat wajahnya
sekalipun. Mudahkan urusanku ini ya Allah, amiin”.
Setelah
shalatnya selesai ia segera merapikan tempat tidurnya dan melanjutkan
pekerjaannya menulis thesis untuk mengakhiri kuliah S2-nya. Hingga
pagi menjelang ia masih duduk dikursi kesayangannya. Tak terasa waktu shalat subuh telah tiba. Ia
bangkit dari kursinya dan segera mengambil air wudhu kembali untuk melaksanakan
shalat subuh berjamaah dimushola dekat rumah kostnya.
Shalat
subuh pun telah usai. Ia keluar dari masjiid dan melihat sesosok wanita yang
sedang sibuk mencari-cari sandalnya di halaman mushola. Romi pun segera
menghampirinya dan mencoba menyapa wanita itu dengan sopan.
“Permisi, Assalamualaikum”, sapa Romi
dengan lembut.
Wanita itu adalah Alisya. Alisya sempat
berhenti mencari-cari sandalnya yang hilang karena mendengar suara Romi yang
sudah lama ia rindukan untuk menyapanya. Demi meyakinkan bahwa itu adalah Romi,
Alisya pun berbalik badan dan menjawab salam Romi.
“waalaikumsalam”, jawab Alisya.
Melihat wajah yang begitu tampan dan
bersinar itu, Alisya tak sanggup untuk menghentikan pandangannya pada Romi.
Romi yang ia pandangi merasa heran kenapa wanita itu memandanginya setajam itu. Ia mencoba menyadarkan dirinya dari tatapan
zinanya.
“Maaf, ada yang bisa saya bantu”, tawar
Romi.
“Astaghfirullahaladzim, ma.. maaf mas,
saya sedang mencari sandal saya yang lupa saya letakan dimana tadi”, jawab
alisya dengan gugup.
“Apa itu bukan sandal anda?”, tanya Romi
sambil menunjuk sebuah sandal dipojok pagar mushola.
“Oh iya.. terimakasih mas. Soalnya tadi saya
tidak naruh sandal di pojok, tapi disini” ucap Alisya
dengan senyuman termanisnya.
Melihat senyuman itu, Romi merasa bak
melayang diudara yang kian tinggi tiada ujung. Romi terbengong-bengong cukup
lama. Tak lama kemudian perasaannya semakin kuat akan perempuan yang ia cari
yang bernama Alisya semakin dekat. Saat ia didekat Alisya jantugnya berdebuk
kencang, begitupun dengan prasaan alisya. Ia merasa gugup saat berada didekat Romi.
Merasakan kuatnya perasaan hatinya.
“Kenalkan, nama saya Romi. Anda?”tanya
Romi dengan menyodorkan tangannya.
Dengan menyambut perasaan bahagia, Alisya
pun menjawab pertanyaan Romi tanpa membalas sodoran tangan
Romi karena bukan muhrimnya. “a...alissyyyaa J” jawabnya
lembut.
Mendengar ucapannya, Romi meneteskan
air mata. Tak pernah ia sangka pertemuannya dengan bidadari yang ia dambakan
akan secepat ini. Ia bersyukur pada Allah karena Allah telah menunjukan akan
keridhoannya untuk segera mengkhitbah Alisya.
“Kenapa kak Romi menangis??”, tanya Alisya.
“Aku merindukan kehadiranmu Alisya, maafkan
aku tak pernah mengetahimu sejak lama. Maafkan aku yang membuatmu menunggu
hingga selama ini. Maafkan aku Alisya. Apa kau masih mencintaiku?”, ucap Romi
dengan penuh harap Alisya memberikan jawaban yang memuaskannya.
“Apa
kak?? Dari mana kakak tahu perasaanku yang aku simpan sejak lama pada kakak???”,
tanya Alisya.
“Allah menunjukan jalannya padaku.
Ayolah cepat jawab Alisya”, paksa Romi.
Alisya menghela napas panjang untuk menjawab
pertanyaan Romi yang tak pernah ia bayangkan akan terucap dari mulutnya secepat
ini.
“Heemmmhh.. aku akan jujur tentang
perasaanku yang sekian lama aku pendam pada kakak. Aku tahu aku bukan
siapa-siapa kakak. Bahkan baru kali ini akau kenalan sama kakak. Aku selama ini
memperhatikan kakak dari jauh hingga muncul perasaan sayang dan cinta. Selama
ini pula aku mengungkapkan isi hatiku pada Billy
teman baik kakak. Aku berharap kalau Billy mengungkapkan perasaanku pada kakak,
aku biasa
tahu dimana aku bisa kuat bertahan mempertahankan cinta dan dimana aku putus
asa akan usahaku. Aku tahu bahwa takdir ada ditangan Allah. Tapi apa salahnya
kita mencoba mencari celah takdir itu. Aku masih mencintaimu kak, dan aku sangat
merindukan
kakak”, terangnya dengan suara lirih karena matanya
yang membendung air mata keharuan.
Setelah mendengar jawaban yang Alisya
lontarkan, ia merasa puas akan jawaban Alisya. Romi pun kembali bertanya. Dan
pertanyaan ini cukup mengejutkan Alisya yang sedang mengusap air mata dipipinya.
“Apakah Alisya masih ingin bertaaruf dengan kakak?”, tanya Romi.
Alisya terdiam sejenak. Dan menjawab “jika
kakak mau bertaaruf dengan Alisya, Alisya tak lagi ingin bertaaruf dengan
kakak. Apa kakak mau bertaaruf dengan Alisya???”
“Lho, kenapa Alisya ta mau bertaaruf
dengan kakak??? Bukankah itu keinginan Alisya selamaini??”, tanya Romi penuh
kebingungan.
“Jika kakak benar-benar mencintai
Alisya, mau menerima Alisya dengan apa adanya, Alisya akan lebih siap untuk di
khitbah daripada bertaaruf dengan kakak. Gimana kak?? J”, jawab
Alisya sembari tersenyum pada Romi.
Tanpa pikir panjang, dan spontan Romi
menjawab “Subhanallah.. aku siap Alisya.. Aku siappp..!!!
Terimakasih ya Allah, puji syukur atas
petunjuk-Mu ya Rabb”.
Mendengar jawaban
tersebut Alisya merasa bahagia. Dan keduanya meneteskan air mata keharuan yang
menyelimuti indahnya mentari pagi yang Bersinar menyambut hari baru mereka
melepas title “musafir cinta”.
Suasana
yang mereka dambakan kian lama itu akhirnya terwujud. Tak ada batas lagi
diantara mereka. Dalam
waktu dua minggu Romi dan Alisya
memutuskan untuk menikah dan hidup bahagia
seperti yang mereka harapkan dan cita-citakan yaitu membina keluarga yang
sakinah mawaddah dan warahmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar